Diterbitkan tanggal 18 May 2021 oleh michael
Di sekitar bulan Maret 2020, COVID-19 menyeruak dan menjadi pandemi di seluruh belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Mobilitas menjadi terbatas, korban berjatuhan, perusahaan besar lumpuh, pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) bahkan banyak yang tidak selamat lantas mati. Tidak sedikit orang yang kehilangan pekerjaannya.
Dari sudut pandang para pelaku UMKM, keberlangsungan hidup mereka terus distimulasi pemerintah sebagai tulang punggung ekonomi negara, dan katanya, bisa menjadi kunci pemulihan krisis. Stimulusnya antara lain seperti tambahan modal keja, kemudahan kredit, dan yang terkini ialah program vaksinasi untuk para pelaku UMKM.
Sementara perusahaan besar/korporasi pun tak luput dari cengkraman keji pandemi. Meski tak separah UMKM, banyak perusahaan yang memberlakukan pemutusan hubungan kerja, dan yang merumahkan pekerjanya. Langkah yang hanya ditempuh untuk meredam kerugian bisnis yang didera.
Pandemi mendorong perubahan perilaku dari masyarakat untuk berbelanja, bekerja, sehingga pada akhirnya mengubah strategi bisnis. Masa krisis ini pada akhirnya memaksa semua pihak untuk mengevaluasi ulang situasi mereka saat ini. Bisnis yang masih bertahan mengupayakan sisa nafasnya untuk terus beradaptasi dan mengadopsi transformasi digital menjadi lebih erat lagi.
“Tak lagi menjadi jargon, kini kita bisa melihat banyak sekali pemanfaatan transformasi digital dari para perusahaan, startup, maupun UMKM, yang merevolusi operasi mereka sehari-hari,” papar President Director Infinys System Indonesia, Louis Larry.
Satu langkah kecil untuk transformasi digital
Perubahan ini, menurut Louis, tidak melulu harus besar dan revolusioner. Namun perjalanan transformasi digital bisa dimulai dari memberikan dampak kecil yang bisa mendorong roda operasi sebuah entitas bisnis. Misalnya mengubah sistem absensi menggunakan aplikasi SaaS (software-as-a-service) menggunakan perangkat pribadi karyawan, membangun sebuah website untuk pelaku bisnis kuliner di rumah.
Pada Februari 2021, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat ada sekitar 12 juta lebih UMKM yang sudah menggunakan teknologi digital untuk memasarkan produknya. Hal itu salah satu kemajuan kecil yang bisa berdampak besar, menurut Louis.
Skenario ini turut tercermin dari adanya peningkatan permintaan layanan virtual machine dan hosting CloudKilat yang dimanfaatkan untuk membangun layanan SaaS dan website. CloudKilat adalah penyedia jasa layanan komputasi awan yang mendorong kemudahan masyarakat untuk memiliki layanan cloud dengan mudah terjangkau di masa pandemi ini.
Virtual private server (VPS) yang dimiliki CloudKilat, yakni Kilat VM 2.0, bisa didapatkan dengan harga Rp 90.000/bulan. Umumnya digunakan para pekerja kreatif untuk membangun website yang nantinya bisa untuk menjajakan portofolio pekerjaan, produk dagangan, ataupun aplikasi SaaS.
Louis beropini, “Migrasi ke cloud (cloud computing/komputasi awan) atau solusi SaaS membuka peluang untuk kesempatan-kesempatan baru, dan ini juga sejalan dengan tujuan kita di era pandemi, yakni keberlangsungan bisnis.”
Menjaga keberlangsungan bisnis
Dengan turunnya angka pendapatan dalam bisnis, wajar jika sebuah bisnis melakukan evaluasi ulang untuk memprioritaskan efisiensi. Mengadopsi komputasi awan tidak hanya memangkas biaya, namun juga performa layanan infrastruktur teknologi yang digunakan. Ada manfaat penting pada teknologi komputasi awan yang bisa dimanfaatkan korporat maupun UMKM.
1. Terjangkau
Di cloud, tak ada biaya di muka untuk belanja infrastruktur TI (teknologi informasi) yang mahal dan pengelolaan yang rumit. Menekan biaya operasi seminimum mungkin menjadi pilihan paling masuk akal saat ini.
2. Andal
Dengan teknologi komputasi awan yang mengizinkan sebuah bisnis melakukan virtualisasi sebuah private server, optimalisasi sumber daya menjadikan cloud bekerja dengan sumber daya yang ada secara efisien.
Pandemi ini turut mengingatkan tentang betapa pentingnya semua bagian perusahaan bekerja sama dalam prioritas yang sama. Dalam organisasi/perusahaan yang lebih besar, divisi TI sering menghadapi beragam tujuan dan prioritas dari berbagai area bisnis sekaligus, dan itu bisa saja menjadi distraksi dan menyebabkan pembengkakan biaya kerja.
-
*) Artikel ini pertama kali tayang di Koran Jakarta pada tanggal 12 Mei 2021.