Diterbitkan tanggal 28 June 2023 oleh Icha
Tentunya kamu sudah sering mendengar atau bahkan menggunakan ChatGPT, salah satu layanan yang memanfaatkan teknologi AI yang populer digunakan saat ini. Layanan AI ini dikembangkan oleh OpenAI dan termasuk dalam kategori Generative AI, yaitu jenis kecerdasan buatan yang mampu menciptakan karya digital baru seperti teks, foto, musik, dan video. Berdasarkan riset pada tahun ini (2023) dari perusahaan software dan analisis data, Similarweb, ChatGPT berhasil mencapai 100 juta pengguna aktif hanya dalam waktu dua bulan setelah diluncurkan pada bulan November 2022. Dalam konteks yang lebih luas, ChatGPT menjadi riak dalam gelombang AI.
AI memiliki kelebihan yang terlihat jelas pada kemampuannya untuk terus berevolusi dengan lebih banyak data yang diproses, hal yang jauh lebih unggul dibanding kemampuan manusia. Turut eksis dalam gelembung AI, Google meluncurkan AI buatan mereka yakni Bard AI. Tim analis PwC, perusahaan layanan profesional multinasional, memperkirakan bahwa AI dapat mendorong ekonomi global lebih dari $15 triliun, atau setara dengan 222,8 triliun Rupiah, pada tahun 2030.
Demam AI ini membuat para pelaku bisnis menempelkan embel-embel AI pada produknya sebagai gimmick marketing agar tidak ketinggalan tren, terlepas dari teknologi itu memang menggunakan AI atau tidak. Penggunaan jargon AI pada produk atau layanan yang dijual oleh perusahaan-perusahaan ini dilakukan untuk menarik pelanggan dengan membuatnya terlihat lebih canggih karena sudah “didukung oleh teknologi AI”, padahal bisa jadi produk/layanan tersebut hanya menggunakan sedikit sekali teknologi AI, atau bahkan malah tidak sama sekali. Praktek ini dikenal dengan sebutan “AI Washing”.
Sebagai contoh, teknologi yang “menggunakan AI” ini hanya menggunakan algoritma standar yang masih termasuk ke dalam kategori AI, namun jargon AI ini yang justru akan banyak digembar-gemborkan saat pemasarannya tanpa menjelaskan dengan transparan sejauh apa dan bagaimana AI diterapkan pada produk tersebut. Hal ini akan mengecohkan calon pelanggan yang merasa yakin bahwa mereka membeli produk yang lebih canggih dibanding kompetitor sejenis karena produk tersebut sudah berlabel AI. Menurut sebuah studi terhadap 2.830 perusahaan startup di Eropa yang dilakukan oleh konsultan MMC Ventures, 40% perusahaan yang mendeskripsikan diri mereka sebagai “AI Startup” nyaris tidak menggunakan AI sama sekali.
Meskipun AI washing ini dapat merusak reputasi industri AI karena menimbulkan kesalahpahaman tentang apa yang sejatinya dapat diberikan oleh AI, startup AI telah mengumpulkan lebih dari $50 miliar, atau sekitar 743 miliar Rupiah, untuk pendanaan modal di tahun 2022 lalu, dan akan terus bertambah di tahun ini menurut GlobalData. Maka tidak heran jika AI washing ini juga akan semakin meningkat. Ditambah, dalam lingkungan digital yang kompleks ini, akan sulit untuk membedakan mana solusi AI yang benar-benar valid, dan mana yang hanya sekadar gimmick marketing.
Perusahaan teknologi, termasuk penyedia layanan cloud, yang tidak memaksimalkan fungsi AI saat ini tidak bisa secara tiba-tiba mengintegrasikan AI ke dalam teknologi mereka. Dibutuhkan waktu panjang untuk menemukan cara terbaik agar AI dapat terintegrasi dengan baik ke dalam teknologi mereka sebelum benar-benar memberikan hasil yang optimal. Jika tetap dipaksakan, maka penggunaan AI hanya akan menjadi pemborosan uang untuk mengikuti tren pasar yang sedang naik daun ini tanpa adanya peningkatan fungsionalitas produk. Jika memang belum dibutuhkan, baik itu AI maupun teknologi lainnya, maka baiknya jangan dulu digunakan karena hanya akan menambah beban kerja tim IT, belum lagi risiko, serta biaya yang akan membengkak.
Penting bagi perusahaan-perusahaan ini untuk menjelaskan secara jelas dan terperinci mengenai penggunaan AI dalam materi penjualan dan pemasaran mereka, serta memperlihatkan bagaimana produk mereka memiliki keunggulan lebih dibanding produk sejenis. Alih-alih hanya menempelkan logo AI di produk karena takut ketinggalan tren, para pelaku bisnis sebaiknya menyusun strategi yang matang untuk mengimplementasikan AI ke dalam teknologi yang ada, memberikan pelatihan kepada staff terkait, dan menyediakan teknologi yang dibutuhkan agar produk AI yang dihasilkan benar-benar dapat meningkatkan proses otomatisasi, dan memberikan solusi atas tantangan yang ada di dunia digital.